Hadis Ekonomi tentang Ekonomi Islam dan Hadis-hadisnya



Nama                           : Siti Yuraida Zumaroh
NIM                            : 931320616
Program Studi             : Ekonomi Syari’ah
Kelas                           : E
Mata Kuliah                : Hadis Ekonomi
Pertemuan Kedua       : Ekonomi Islam dan Hadist-hadistnya
A.  Definisi Ekonomi Islam
Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno (Greek) yaitu oicos dan nomos yang berarti rumah dan aturan (mengatur urusan rumah tangga).[1] Ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagaikajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produksi yang langka untuk diproduksi dan dikonsumsi.
Ekonomi Islam dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-iqtishad al-islami. Al-iqtishad secara ahasa berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan.  Pengertian pertengahan dan berkeadilan ini banyak ditemukan di dalam Al-Qur’an, diantaranya “diantara mereka ada golongan pertengahan.” (al-Maidah: 66). Maksudnya orang yang berlaku jujur, lurus, dan tidak menyimpang dari kebenaran. Iqtishad (ekonomi) didefinisikan dengan pengetahuan tentang aturan yang berkaitan denagn produksi kekayaan, mendistribusikan, dan mengonsumsinya.[2] Berikut definisi ekonomi Islam menurut beberapa pakar :
1.      Hasanuzzaman
Hasanuzzaman mendefinisikan ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari ajaran dan aturan syari’ah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber-sumber daya material memenuhi kebutuhan manusia yang memungkinkan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah dan masyarakat.
2.      Muhammad Abdul Mannan
Muhammad Abdul Mannan berpendapat, Islamic Economic is a sosial sciens with studies the economic problem of people imbued with the values of islami, yang artinya ilmu ekonomi sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.[3]
3.      Khursyid Ahmad
Khursyid Ahmad mendefinisikan ekonomi Islam sebagai upaya sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan masalah itu demi perspektif Islam.[4]
Dari pengertian beberapa pakar tentang ekonomi Islam diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah aturan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi berdasarkan al-Qur’an, al-Hadis maupun ijma’. Garis besar pembahasan ekonomi mencakup tiga hal, yaitu ekonomi sebagai usaha hidup dan pencaharian manusia (economical life), ekonomi dalam rencana suatu pemerintahan (political economy), dan ekonomi dalam teori dan pengetahuan (economical science).[5]
B.  Hakikat dan Karakteristik Ekonomi Islam
Hakikat ekonomi Islam terletak pada kegiatan ekonomi Islam itu sendiri yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dimana menurut Madzab Iqtisadhuna ekonomi Islam memiliki need (keinginan) yang terbatas sedangkan sumber daya alamnya tidak terbatas. Allah menciptakan alam semesta bagi manusia tidak akan habis-habis karena di alam semesta ada potensi kekayaan yang sepenuhnya belum tergali oleh manusia, oleh kaena itu manusia dituntut untuk menggali kekayaan alam yang tidak ada batasnya, sehingga timbul sikap kreativitas dalam menemukan hal-hal baru guna untuk memenuhi kebutuhan.[6] Ekonomi konvensional menjelaskan bahwa need (keinginan) tidak terbatas sedangkan sumber daya alamnya terbatas. Ekonomi Islam juga merupakan ilmu yang dihasilkan dari sebuah upaya manusia untuk keluar dari persoalan ekonomi dengan cara yang sistematis, sehingga menumbuhkan keyakinan akan kebenaran al-Qur’an dan al-Hadis.[7]
Motif ekonomi Islam sendiri adalah mencari keberuntungan didunia dan diakhirat oleh manusia selaku khalifah Allah dengan jalan beribadah dalam arti luas (‘ibadah ghayr mahdhah). Hakekat ekonomi Islam sendiri terlihat dari sumber-sumber ajaran Islam serta maqasid al-syari’ah umumnya yang bertujuan merealisasikan kesejahteraan manusia dengan terealisasinya keberuntungan (falah) dan kehidupan yang baik (hayah thayyibah) dalam bingkai aturan syari’ah yang menyangkut pemeliharaan keyakinan, jiwa atau kehidupan, akal pikiran, keturunan, dan harta kekayaan melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya, menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi, memperkuat solidaritas keluarga dan sosial serta jaringan masyarakat, dan menciptakan keadilan terutama dalam distribusi.[8]
Sebagaimana dipraktekkan pada masa Nabi dan masa-masa berikutnya, umat Islam mempunyai konsep ekonomi yang khas jika dibandingkan dengan konsep ekonomi lain baik kapitalis maupun sosialis. Rasulullah sendiri tidak diutus sebagai ahli ekonomi, tetapi sebagai rasul dalam rangka untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, bidang ekonomi juga tersentuh oleh ajaran yang dibawa Nabi Muhammad sebagaimana bidang-bidang lainnya : akidah, ibadah, etika, sosial, kenegaraan, dan hukum. Rasulullah pernah menyatakan :
عَن أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang pada keduanya, niscaya tidak akan tersesat, yaitu kitab Allah (al-Qur’an) dan sunnah Rasulnya.” (HR. Al Hakim an naisaburi)
Dalam al-Qur’an dan hadis nabi banyak terdapat ajaran yang berkaitan dengan bidang ekonomi. Berdasarkan ajaran dalam kedua sumber tersebut, para ulama’ berijtihad menetapkan hukum dan konsep tentang ekonomi sehingga muncullah aturan-aturan berkenaan dengan bidang tersebut, seperti fiqh muamalah dan al istishab fii al islam (ekonomi Islam).[9]
Al-Qaradhawi menjelaskan empat nilai-nilai utama yang terdapat dalam ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam memiliki karakter tersendiri, yaitu :
1.      Iqtishad Rabbani (ekonomi ketuhanan), dapat diartikan kepemlikan seluruh alam milik Allah.
2.      Iqtishad Akhlaqi (ekonomi akhlak), dapat diartikan bahwa semua kegiatan ekonomi harus berdasarkan perilaku Rasulullah.
3.      Iqtishad Insani (ekonomi kerakyatan), dapat diartikan sebagai nilai pertanggung jawaban hubungan antara sesama manusia.
4.      Iqtishad Washathi (ekonomi keadilan), dapat diartikan sebagai ekonomi yang tidak saling merugikan satu sama lain, tetapi menguntungkan satu sama lain.[10]
C.  Hadis tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudzi yang menjelaskan pedagang yang jujur akan mendapat laba dan kehidupan yang berkah didunia, diakhirat kelak mereka akan bersama para Nabi, orang-orang yang jujur dan orang-orang yang mati syahid, sebagaimana sabda Nabi berikut :
عَنْ اَبِى سَعِيدِ الخُذْرِى رَضِى الله عَنْهُ قَالَ قَلَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : اَتَاجِرُ اْلاَمِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ الَّببِيَّنَ والصِدِيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (روه الترمذى) وَفِى رِوَيَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم : التَاجِرُ الصَدُوْقُ اْلاَ مِيْنَ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدَّيْقِنَ وَالشُّهَدَاءِ يَوْمَا لقِيَامَةِ
Dari Abu Sa’ad al-Khudzi r.a katanya, Rasulullah SAW bersabda “Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para Nabi, para shiddiqin dan syuhada” (HR. Al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada’ pada hari kiamat” (HR. Ahmad).
       Dalam hadis diatas terdapat nilai-nilai dasar ekonomi, yaitu kejujuran (al-shidq), transparansi, dan kepercayaan (al-amanah), ketuhanan (al-tauhid), kenabian (al-nubuwwah) serta pertanggung jawaban (ma’ad yaum al qiyamah)..[11] Hadis tentang kerjasama ekonomi :
أَخْبَرَنَا عَمْرُوْبْنُ زُرَارَةَ قَالَ أَنْبَأَنَا اِسْمَعِيْلُ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عَوْنٍ قَالَ كَانَ محمد يَقُوْلُ الْأَرْضُ عِنْدِي مِثْلُ مَالِ الْمُضَارَّبَةِ فَمَا صَلُحَ فِي الْأَرْضِ وَمَا لَمْ يَصْلُحْ فِي مَالِ الْمُضَارَّبَةِ لَمْ يَصْلُحْ فِي الْأَرْضِ قَالَ وَكَانَ لاَ يَرَى بَأْسًا أَنْ يَدْفَعَ أَرْضَهُ إِلَى الأَكَّارِ عَلَى أَنْ يَعْمَلَ فِيْهَا بِنَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَأَعْوَانِهِ وَبَقَرِهِ وَلَايُنْفِقُ شَيْئًا وَتَكُوْنَ النَّفَقَهُ كُلُّهَا مِنْ رَبِّ الأَرْضِ
Nabi bersabda : “bagiku bumi bagaikan harta mudharabah, apa yang baik pada harta maka baik pula pada buminya, jika tidak baik maka tidak baik pula pada bumi tersebut.” Dari Nabi Muhammad bersabda “tidak ada masalah memberikan buminya pada pengelola tanah untuk digarap sendiri bersama anak, teman, dan pembantu dan sapinya, dan tidak usah memberi sedekah, yang mengeluarkan sedekah ditanggung oleh pemilik tanah.
Nilai kerjasama Islam harus dapat dicerminkan dalam semua tingkat kegiatan ekonomi. Bentuk kerjasama adalah qirat, yaitu kerjasama antara pemilik modal dan pemilik keahlian. Qirat dikenal dengan participation loan, tanpa beban bunga, modal tetapi atas dasar profit-lost-sharing. Karena itu, pemilik modal bukan sebagai peminjam tetapi merupakan partner.[12]
D.  Studi Kasus : Kerjasama Indonesia dan Arab Saudi di Bidang Ekonomi
Raja Salman (Raja Arab Saudi) mengunjungi Indonesia pada bulan Maret 2017. Kunjungan tersebut menghasilkan 11 kesepakatan kerjasama antar dua negara, yang 4 diantaranya merupakan kebijakan di bidang ekonomi, yaitu :
1.      Program kerjasama antara kementrian koperasi dan usaha kecil dan menengah Republik Indonesia dan otoritas usaha kecil dan menengah kerajaan Arab Saudi mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah.
2.      Nota kesepahaman antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah kerajaan Arab Saudi dibidang kerjasama kelautan dan perikanan.
3.      Progra kerja dibidang perdagangan antara kementrina perdagangan Republik Indonesia dan kementrian perdagangan dan invertasi kerajaan Arab Saudi.
4.      Nota kesepahaman mengenai kontribudi pendanaan Saudi terhadap pembiayaan proyek pembangunan antara Saudi Fund for Development dengan pemerintah Republik Indonesia.[13]



[1]Idri , Hadis Ekonomi (Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi) (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), 1.
[2]Rozalinda, Ekonomi Islam: teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 2.
[3] Rozalinda, Ekonomi Islam: teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi, 2.
[4] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Mengislamkan Ekonomi Masyarakat & Memasyarakatkan Ekonomi Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 12.
[5]Idri , Hadis Ekonomi (Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi), 3. 
[6]Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Condong Catur: Ekonisia, 2004), 11.
[7] Idri , Hadis Ekonomi (Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi), 4.
[8] Idri , Hadis Ekonomi (Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi), 6.
[9] Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi (Malang: UIN Maliki Press, 2008),
[10] Rozalinda, Ekonomi Islam: teori dan aplikasinya pada aktivitas ekonomi, 10.
[11] Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi, 19.
[12]Ilfi Nur, Hadis-Hadis Ekonomi, 23.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis Ekonomi tentang Hadis Manajemen

Hadis Ekonomi tentang Nilai Harta

Hadis Ekonomi tentang Larangan-Larangan dalam Jual Beli

Hadis Ekonomi tentang Kewirausahaan dan Etos Kerja