Hadis Ekonomi tentang Kewirausahaan dan Etos Kerja




Nama                           : Siti Yuraida Zumaroh
NIM                            : 931320616
Program Studi             : Ekonomi Syari’ah
Kelas                           : E
Mata Kuliah                : Hadis Ekonomi
Pertemuan Kedua       : Hadits tentang Etos Kerja dan Kewirausahaan
A.  Pengertian Kewirausahaan dan Etos Kerja
Kewirausahaan secara bahasa, berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Sedangkan Usaha berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat sesuatu. Jadi secara etimologi (asal usul kata) wirausaha berarti pejuang atau  pahlawan yang berbuat sesuatu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya. Kewirausahaan adalah proses manusia untuk berinovasi dan berkreativitas dalam memahami peluang, mengorganisasi sumber–sumber, mengelola dan menjadikannya sebagai sebuah usaha yang mengahasilkan keuntungan atau nilai untuk jangka waktu yang lama.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “etos” berarti pandangan hidup yang khas bagi suatu golongan sosial, sedangkan kata “kerja” adalah kegiatan melakukan sesuatu. Secara etimologis, kata etos berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos, yang berarti adat kebiasaan, perasaan dan watak. Toto Tasmara memberi pengertian, bahwa etos adalah sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap dan persepsi terhadap nilai kerja. Etos kerja dalam Islam merupakan sesuatu yang mendalam dan memiliki pengaruh terhadap umat Islam untuk merealisasikannya. Jika etos kerja dikaitkan dengan agama maka etos kerja merupakan sikap diri yang penuh dengan kesadaran terhadap eksistensi hidup yang bertanggung jawab, baik terhadap dunia maupun akhirat. Adanya korelasi antara nilai-nilai agama dengan etos kerja merupakan indikasi, bahwa hidup merupakan suatu keniscayaan terhadap kerja dan kerja sebagai bentuk jawaban terhadap kemudahan-kemudahan hidup.[2]
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk beramal, dalam arti bekerja, bahkan meraih prestasi. Ini dibuktikan dari arti kata Islam itu sendiri yaitu ada tiga : keselamatan, kedamaian, kesejahteraan. Untuk meraih kesejahteraan ini, Islam sangat mendorong umatnya untuk bekerja sebaik-baiknya dengan meraih prestasi. Islam menekankan pemeluknya dalam bekerja hendaknya melakukan dengan penuh gairah dan rajin tidak bekerja seadanya. Kecermatan ini dalam Islam dikenal dengan istilah ihsan, dan ihsan akan menjamin terwujudnya kerja yang berkualitas. Etos kerja seorang muslim, dibentuk oleh iman yang menjadi pandangan hidupnya, yang memberinya norma-norma dasar untuk membangun dan membina muamalahnya. Seorang muslim dituntut oleh imannya untuk menjadi orang yang bertaqwa dan bermoral amanah (jujur, adil, percaya diri, dan terpercaya), berilmu (profesional dalam bidangnya), cakap, cerdas, cermat, hemat, rajin, tekun, dan  bertekad bekerja sebaik mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.[3]
Ada beberapa ciri etos kerja muslim, antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Al – Shalah atau baik dan manfaat.
من عمل صلحا منذ كرأو أنثى وهو مومن فلنحيينه حيوة طيبة و لنجز ينهم أجر هم بأ حسن ما كا نوا يعملون
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,  Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (an – Nahl : 97)

2.      Al – Itqan atau kemantapan dan perfectness.
اِنَّ اللّه يُحِبُّ أِذَاعَمَلَ أَحَدُكُمُ العَمَلَ أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai jika seseorang melakukan suatu pekerjaan yang dilakukannya dengan itqan atau sempurna (profesional).” (HR Thabarani)
3.      Al – Ihsan atau melakukan yang terbaik dan lebih baik lagi.
Kualitas ihsan memiliki dua makna dan dua pesan :
a.       Melakukan yang terbaik dari yang dapat dilakukan. Pesan yang dikandung yaitu agar setiap muslim memiliki komitmen terhadap dirinya untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan, terutama untuk kepentingan umat.
b.      Mempunyai makna lebih baik dari prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya. Pesan dari makna tersebut adalah peningkatan yang terus menerus, seiring dengan bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan sumber daya lainnya. Termasuk peningkatan kuantitas dan kualitas dakwah.
4.       Al – Mujahadah atau kerja keras dan optimal.
والذ ين جهدوا فينا لنهد ينهم سبلنا وإن الله لمع المحسنين
Artinya : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al – Ankabuut : 69)
5.      Tafanus dan ta’awun atau berkompetisi dan tolong menolong.
Seperti yang terdaat dalam surat al-Maidah ayat 2 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
6.      Mencermati nilai waktu.[4]
B.  Hadits – Hadits Tentang Bekerja Keras / Berwirausaha
Rasulullah SAW menganjurkan agar seseorang bekerja dan berwirausaha agar dapat hidup mandiri, tanpa bergantung pada pemberian orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْن أَبِيْ جَعْفَرٍ قَالَ سَمِعْتُ حَمْزَةَ بْنَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ : مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَ لُ النَّاسَ حَتَّى يَأْ تِيَ يَوْمَ الْقِيَا مَةِ لَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ (روه البخري)
Artinya:”Dari ‘Abd Allah ibnAbi Ja’far katanya: Aku mendengar Hamzah ibn ‘Abd Allah ibn ‘Umar berkata: Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain hingga pada hari kiamat datang tanpa sekerat dagingpun diwajahnya.” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah menganjurkan etos kerja yang tinggi, sebagai wujud dedikasi manusia dalam menjalani kehidupannya. Para sahabat Nabi merupakan orang-orang yang bekerja untuk diri mereka sendiri dan mereka mempunyai etos kerja yang tinggi, sebagaimana telah dijelaskan oleh hadis dibawah ini:
عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قَالَتْ عَا ئِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَانَ أَصْحَا بُ رَسُلِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ عُمَّا لَ أَنْفُسِهِمْ وَكَانَ يَكُونُ لَهُمْ أَرْوَاحٌ........ (زواه الْبُخَاري)
Artinya:”Dari ‘Urwah, katanya: ‘Aisyah r.a. berkata,”para sahabat Rasulullah SAW adalah pekerja untuk diri mereka sendiri dan mereka mempunyai etos kerja...” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah menganjurkan agar umatnya rajin bekerja dan berwirausaha karena cara demikian adalah yang terbaik bagi diri mereka, bahkan Nabi Dawud a.s., bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari pekerjaan atau hasil buah  tanganya, sebagaimana dalam hadis:
عَنِ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَا مًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَاْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَٳِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْ كُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ(رَوَاهُ الْبُخَا رِيُ)
Artinya: “Dari Miqdam r.a. dari Rasulullah SAW ia bersabda “Tidaklah seseorang makan-makanan yang lebih baik daripada makan hasil kerjanya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dawud a.s. makan dari hasil buah tangan (pekerjaan)-nya sendiri.” (HR. Al-Bukhari).
Menurut Islam, seorang muslim yang bekerja hendak semata-mata diniatkan untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana sabda Nabi:
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أبِي حَفْصٍ عُمَرَ بْبِ الخَطَا بِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : ٳِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ  وَٳِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَ تُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ ٳِلَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَا نَتْ هِجْرَتُهُ لِدُ نْيَا يُصَيْبُهَا أَوْ اَمْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا فَهِجْرَ تُهُ ٳِلَى مَا هَاجَرَ ٳِ لَيْه (مُتَّفَقٌ عَلَيْه)
Dari Amir al-Mukminin Abu Hafsh ‘Umar ibn al-Kaththab r.a katanya, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasulullah, maka hijrahnya itu diterima oleh Allah dan Rasullah. Dan barangsiapa hijrahnya karena keuntungan dunia yang ingin diperolehnya atau perempuan yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya aitu terhenti pada apa yang ia niatkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
C.  Karakteristik Wirausaha dan Tujuannya
Karakteristik wirausahawan yang perlu dimiliki dan dikembangkan, antara lain sebagai berikut :
1.      Berwatak luhur.
2.      Kerja keras dan disiplin.
3.      Mandiri dan realistis.
4.      Prestatif dan komitmen tinggi.
5.      Berpikir positif dab bertanggung jawab.
6.      Dapat mengendalikan emosi.
7.      Tidak ingkar janji, menepati janji dan waktu.
8.      Belajar dari pengalaman.
9.      Memperhitungkan risiko.
10.  Merasakan kebutuhan orang lain.
11.  Bekerja sama dengan orang lain.
12.  Menghasilkan sesuatu untuk orang lain.
13.  Memberi semangat orang lain.
14.  Memberi jalan keluar bagi setiap permasalahan.
15.  Merencanakan sesuatu sebelum bertindak.[5]
Tujuan Kewirausahaan yaitu :
1.      Meningkatkan jumlah wirausaha yan berkualitas.
2.      Mewujudkan kemampuan dan kemantapan para wirausaha untuk mengahasilkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
3.      Membudayakan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan dikalangan masyarakat yang mampu, andal dan unggulan.
4.      Menumbuh kembangkan kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhada masyarakat.[6]

Contoh Kasus :
Kinerja PNS di Indonesia
Mulai tanggal 3 Juli 2017 PNS/ASN harus kembali masuk kantor dan melakukan tugas rutinnya melayani masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, pejabat di kementerian, Gubernur, Walikota, atau Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk mengecek kehadiran pegawai pada hari pertama pasca cuti bersama idul fitri. Ada instansi yang semuanya pegawainya sudah masuk, tapi ada juga yang tidak masuk kantor dengan berbagai alasan. Berdasarkan hasil sidak, jumlah pegawai yang hadir ada yang sesuai dengan yang tercantum di daftar hadir, tetapi ada kalanya tidak sesuai, karena kehadirannya dimanipulasi. Pasca sidak, biasanya menteri, kepala daerah, para pimpinan unit kerja ditanya tentang sanksi apa yang diberikan kepada para PNS/ASN yang tidak masuk kerja, jawaban mereka yang spontan kadang tidak mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Berkaitan dengan kinerja, sejatinya kinerja pasca idul fitri diharapkan meningkat, karena sebulan penuh dilatih untuk disiplin melalui ibadah puasa. Hal itu dapat terjadi jika orang yang berpuasa dapat menghayati dan menjiwai puasa yang dilakukannya. Tidak hanya sebatas mengugurkan kewajiban. Dengan kata lain, ibadah puasa yang dilakukannya menjadi sarana untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas dirinya. Sebenarnya setiap PNS/ASN sudah memiliki kontrak kinerja yang telah dibuat pada awal tahun. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi patokan baginya dalam melaksanakan tugas. Kontrak kinerja ditambah dengan semangat hasil gemblengan selama sebulan puasa tentunya diharapkan akan semakin meningkatkan kinerjanya. Reformasi birokrasi dan revolusi mental yang saat ini dibangun di lingkungan birokrasi diharapkan semakin meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kesejahteraan PNS/ASN pun tidak dapat dipungkiri sudah meningkat secara bertahap. Disamping mendapatkan gaji, juga mendapatkan remunerasi, gaji ke-13, dan gaji ke-14. Oleh karena itu, tuntutan publik terhadap pelayanan prima pun sangat wajar, karena pada dasarnya PNS/ASN digaji dari uang rakyat. Di tengah segala kekurangannya, etos kerja PNS/ASN di lingkungan instansi pemerintah saat ini secara umum bisa dikatakan mengalami perbaikan, walau tentunya masih banyak yang harus ditingkatkan. Penegakkan disiplin, pembinaan dari pimpinan, dan perbaikan mental para aparatnya itu sendiri menjadi tonggak dalam peningkatan kinerja yang berimbas kepada peningkatan kualitas pelayanan publik.[7]


[1] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2011), hal. 57
[2]Mustafa Edwin Nasution, dkk., EKONOMI ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL, (Kediri: STAIN Kediri Press, 2011), hlm : 182-189
[3] Buchari Alma, dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm :175-176
[4] Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manjemen Syariah dalam Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hal. 40 - 41
[5] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal. 10 - 11
[6] Basrowi, Kewirausahaan Untuk Perguruan Tinggi, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011), hal. 7
[7] www.kompasiana.com , diunduh pada tanggal 02 Oktober 2017 pukul 07.00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis Ekonomi tentang Ekonomi Islam dan Hadis-hadisnya

Hadis Ekonomi tentang Hadis Manajemen

Hadis Ekonomi tentang Nilai Harta

Hadis Ekonomi tentang Larangan-Larangan dalam Jual Beli