Hadis Ekonomi tentang Larangan-Larangan dalam Jual Beli
Nama :
Siti Yuraida Zumaroh
NIM :
931320616
Program Studi :
Ekonomi Syari’ah
Kelas :
E
Mata Kuliah :
Hadis Ekonomi
Pertemuan
ketiga : Hadis tentang Larangan-larangan dalam Jual Beli
A.
JENIS JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM
Transaksi jual beli merupakan
kegiatan yang sudah lama dikerjakan orang-orang sejak dahulu. Jual beli di
dalam Islam (ekonomi syariah) termasuk pada bagian muamalah, hal ini menjadikan
setiap kegiatan transaksi jual beli yang kita lakukan telah di atur oleh agama
dan secara sistematis telah ada aturan kebolehan dan rambu-rambu larangan pada
setiap transaksi jual beli, tujuannya ialah untuk menciptakan kemaslahatan
dalam berbisnis dan menghilangkan segala kemudharatan di dalamnya. Islam telah
membuat semua peraturan dan larangan
dalam jual beli untuk mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan,
tujuannya agar terjadi transaksi yang adil dan tidak merugikan satu sama lain,
sebagaimana firman Allah SWT,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ
تِجَارَةًعَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu...” (Q.S
An-nisa [4] : 29)
Berikut beberapa jenis jual
beli yang dilarang di dalam Islam :
1.
Jual beli barang yang belum diterima, seorang muslim tidak boleh membeli
suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum menerima barang dagangan
tersebut, karena dalil-dalil berikut: Sabda Rasulullah SAW, “ Jika engkau
membeli sesuatu, engkau jangan menjualnya hingga engkau menerimanya. “ (H.
R. Tabrani). Sabda Rasulullah SAW, “ Barang siapa membeli makanan, ia jangan
menjualnya hingga menerimanya.” (H. R. Al
Bukhari).
2.
Jual beli seorang muslim dari muslim lainnya, seorang muslim tidak boleh
jika saudara seagamanya telah membeli sesuatu barang seharga lima ribu rupiah
misalnya, kemudian ia berkatakepada penjualnya. “ Mintalah kembali barang itu,
dan batalkan jual belinya, karena aku akan membelinya darimu seharga enam ribu,
‘ karena Rasulullah SAW bersabda, “ janganlah sebagian dari kalian menjual
di atas jual beli sebagian lainya, “(H.R. Muttafun ‘alaih).
3.
Jual beli najasy, seorang
tidak boleh menawar suatu barang dengan harga tertentu padahal ia tidak
ingin membelinya, namun ia berbuat seperti itu agar diikuti para penawar lainya
kemudian pembeli tertarik membeli barang tersebut, misal” Barang ini dibeli
dengan harga sekian”, ia berkata bohong untuk menipu pembeli tersebut, ia
bersekongkol dengan penjual atau tidak, karena Abdullah bin Umar Ra berkata, “Rasulullah
SAW melarang jual beli najasyi. “
Rasulullah SAW bersabda, “ Janganlah
kalian saling melakukan jual beli najasiyi.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
4.
Jual beli barang-barang haram dan najis, seorang muslim tidak boleh menjual
barang-barang haram, barang-barang najis dan barang-banrang yang menjurus
kepada haram, karena dalil-dalil berikut: sabda rasulullah SAW, “Sesungguhnya
Allah mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi, dan berhala. Rasulullah
SAW bersabda: ‘”Barang siapa menahan anggur pada hari-hari panen untuk ia
jual kepada orang Yaudi, atau orang kristen atau orang yang akan menjadikan
sebagian minuman keras, sungguh ia menceburkan diri ke neraka dengan jelas
sekali. (H.R.Mutaffaqun ‘alaih ). Bukhori:
حَدَّ
ثَنَا مُحَمَّدُ بَنُ بَشَّا رٍ حَدَّ ثَنَا غُنْدَ رُ حَدَّ ثَنَا شُعْبَةُ عَنْ
مَنْ مَنْصُرٍ عَنْ أَ بِيِ ا لضُّحَى عَنْ مَسْرُ و قٍ عَنْ عَا ئِشَةَ رَ ضِيَ ا
للَّهُ عَنْهَا قَا لَتْ لَمَّا نَزَ لَتْ آ خِرُ ا لْبَقَرَ ةِ قَرَ أَ هُنَّ ا
لنَّبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَيْهِمْ فِي ا لْمَسْجِدِ ثُمَّ
حَرَّ مَ ا لتَّجَا رَ ةَ فِي ا نَمْرِ
Dari Aisyah, ia berkata: “Ketika turun akhir surat
al-Baqarah, Nabi membacakanya pada sahabat di masjid kemudian mengharamkan
perdagangan khomer.”[1]
5.
Jual beli gharar (ketidakjelasan). Jadi ia tidak boleh menjual ikan
di air, atau anak hewan yang masih dalam perut induknya atau buah-buahan yang
belum masak, biji-bijian yang belum mengeras atau menjual barang tanpa
penjelasaan sifatnya. Sabda Rasulullah SAW. “ Janganlah kalian membeli ikan
di air, karena itu gharar.” (H. R. Mutaffaqun
‘alaih).
Darimi:
أَحبر نا مُحَمَّدُ بنُ عِيْسَى عِيْسَى حَدَّ
ثَنَا يَحْيَ الْقَطّا نُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَ بِى ا لزَّ نَا دِ عَنِ
اْ لأَ عَنْ أَ بِى هُرَ يْرَ ةَ قَا لَ نَهَى رَ سُوْ لُ ا للَّهِ صَلَى ا للَّهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَمْ عَنْ بَيْعِ ا لْغَرَ رِ
Abi
Hurairah berkata: ”Nabi melarang jual beli gharar (spekulasi)
6.
Jual beli dua barang dalam satu akad, sorang muslim tidak boleh
melangsungkan dua jual beli dalam satu
akad, namun ia harus melangsungkan keduanya sendiri-sendiri, karena di dalamnya
terdapat ketidak jelasan yang membuat orang muslim lainya tersakiti atau
memakan hartanya dengan tidak benar. Dua jual beli dalam satu akad mempunyai
banyak bentuk, misalnya penjual berkata kepada pembeli, aku jual barang ini
kepadamu seharga sepuluh ribu kontan atau lima belas ribu sampai waktu tertentu
(kredit).” Setelah itu akad jual beli dilangsungkan dan penjual tidak
menjelaskan jual beli manakah (kontan atau kredit) yang ia kehendaki.
7.
Jual beli urbun (uang muka), seorang muslim tidak boleh melakukan
jual beli urbun, atau mengambil uang muka secara kontan, karena
diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli urbun (Imam Malik dalam Al-Muwatha). Tentang jual
beli urbun, Imam Malik menjelaskan bahwa jual beli urbun ialah
seseorang membeli sesuatu atau menyewa hewan, kemudian berkata kepada penjual,
“Engkau aku beri uang satu dinar degan syarat jika kau membatalkan jual beli,
maka aku memberimu uang sisanya.”
8.
Menjual sesuatu yang tidak ada pada penjual, seorang muslim tidak boleh
menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya,
karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang
dibelinya. Rasulullah SAW bersabda: “ Janganlah engkau menjual sesuatu yang
tidak ada padamu. “ (H. R. Tarmiz)
9.
Jual beli utang dengan utang, seorang muslim tidak boleh menjual utang
dengan utang, karena itu menjual barang yang tidak ada dengan barang yang tidak
ada pula dan Islam tidak membolehkan jual beli seperti itu. Contohnya, anda
mempunyai piutang dua kwintal beras pada orang lain yang akan dibayar pada
suatu waktu, kemudian anda menjualnya kepadaa orang lain seharga seratus ribu
pada waktu tertentu
10. Jual beli inah, seorang muslim tidak boleh menjual
suatu barng kepada orang lain dengan kredit, kemudian ia membelinya lagi dari
pembeli dengan harga yang lebih murah, karena jika ia menjul barang tersebut
kepada pembeli seharga sepuluh ribu rupiah, maka itu seperti orang yang
meminjamkan uang lima ribu rupiah dan meminta dikembalikan sebanyak sepuluh
ribu rupiah. Hal ini seperti
riba nasi’ah yang diharamkan al-Qur’an dan al-Hadits.
11. Jual beli Musharah, seorang muslim tidak boleh
menahan susu kambing, unta atau lembu selama berhari hari agar susunya terlihat
banyak, kemudian manusia tertarik membelinya dan ia pun menjual-belikannya. Cara
penjualan seperti ini merupakan kebatilan karena mengandung penipuan. [2]
B.
BENTUK-BENTUK LARANGAN DALAM JUAL BELI :
1. Jual beli sah tapi terlarang
a.
Menyakiti kepada si Penjual atau Pembeli atau kepada
orang lain,
Contoh : Membeli barang dengan harga yang lebih mahal
dari pada harga pasar, sedangkan dia tidak menginginkan barang itu, tetapi
semata-mata supaya orang lain tidak dapat membeli barang itu.
b.
Membeli
suatu barang yang sudah dibeli orang lain yang masih dalam masa khiyar.
c.
Merusak
kepada ketentraman umum,
Contoh :
- Membeli barang untuk ditahan agar dapat dijual dengan harga yang lebih
mahal, sedangkan masyarakat umum memerlukan barang itu, hal ini dilarang karena
dapat merusak ketentraman umum.
- Menjual suatu barang yang berguna, tetapi kemudian dijadikan alat
maksiat oleh yang membelinya.
d.
Menyempitkan
gerakan pemasaran,
Contoh
: Mencegat orang-orang yang datang dari desa luar kota, lalu membeli barangnya
sebelum mereka sampai ke pasar dan sewaktu mereka belum mengetahui harga pasar.
Hal ini tidak diperbolehkan karena dapat merugikan Penjual, dan mengecewakan
gerakan pemasaran karena barang tersebut tidak sampai ke pasar. Jual beli
seperti ini dianggap sah sedangkan hukumnya haram karena kaidah ulama fiqih : apabila
larangan dalam urusan muamalat itu karena hal yang diluar urusan mu’amalah,
larangan itu tidak menghalangi sahnya akad.
2.
Jual
beli yang terlarang
a.
Terlarang
sebab ahliah (ahli akad)
1)
Jual
beli orang buta
Jual
beli orang buta dikatagorikan sahih
menurut jumhur jika barang yang dibelinya diberi sifat (diterangkan
sifat-sifatnya). Adapun menurut ulama Syafi’iyah, jual beli orang buta tidak
sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
2)
Jual
beli terpaksa
Menurut
Ulama Hanafiyah hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudul
(jual beli tanpa seizin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf) oleh
karena itu keabsahan ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa), menurut
ulama malikiyah tidak lazim baginya ada
khiyar. Adapun menurut Ulama Syafi’iyah ddan Hanabilah jual beli
tersebut tidak sah sebab tidak ada
keridhaan ketika akad.
3)
Jual beli fudul (jual beli tanpa seizin pemiliknya)
adalah
jual beli milik orang tanpa seizin pemiliknya. Menurut ulama Hanafiyah dan
Malikiyah jual beli ini ditangguhkan sampai ada izin dari pemiliknya,adapun
menurut ulama Hanabilah dn syafi’iyah jual beli fudul tidak sah.
4)
Jual
beli yang terhalang.
Jual
beli disini adalah terhalang karena
kebodohan, bangkrut ataupun sakit, karena orang bodoh suka menghamburkan uang
(pemboros).
5)
Jual beli malja’ (jual beli orang yang sedang bahaya). Jual beli malja’
adalah jual beli orang yang sedang dalam bahaya yakni untuk menghindari dari
perbuatan zalim.
b.
Terlarang
sebab sighat
1)
Jual beli muatah, yaitu jual beli yang tidak memakai ijab dan qobul.
2)
Jual
beli melalui surat atau melalui utusan
3)
Jual
beli dengan isyarat atau tulisan
4)
Jual
beli yang tidak ada di tempat akad
5)
Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qobul
6)
Jual beli munjiz berdasarkan dengan suatu syarat atau yang ditangguhkan
pada waktu yang akan datang.
c.
Terlarang
sebab ma’qud alaih (barang yang dijual)
1)
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak
ada
2)
Jual
beli yang tidak dapat diserahkan
3)
Jual
beli garar
4)
Jual
beli barang najis dan yang terkena najis
5)
Jual
beli air
6)
Jual
beli barang yang tidak jelas (majhul)
7)
Jual
beli barang yang tidak ada di tempat (gaib)
tidak dapat dilihat
8)
Jual
beli sesuatu yang belum dipegang
9)
Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
d.
Terlarang
sebab syara’
1)
Jual
beli riba
2)
Jual
beli dengan uang dari barang yang diharamkan
3)
Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
4)
Jual
beli waktu azan Jum’at
5)
Jual
beli anggur untuk dijadikan khamar
6)
Jual
beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
7)
Jual
beli barang yang dibeli oleh orang lain
Pertanyaan :
- Bagaimana hukumnya jika uang yang berasal dari hasil rentenir digunakan untuk modal usaha?
- Bagaimana hukumnya jual beli antara orang Muslim dan non Muslim?
- Apa saja syarat orang berakad?
Jawaban :
- Uang yang berasal dari hasil rentenir digunakan untuk modal usaha sebaiknya jangan karena modalnya saja sudah berasal dari sesuatu yang haram dan ditakutkan hasil dari usaha tersebut tidak barokah.
- Jual beli antara orang Muslim dan non Muslim diperbolehkan, asalkan bukan jual beli kitab suci dan alat persenjataan perang.
- Syarat orang yang berakad diantaranya :
a.
Ahli tassaruf, yaitu orang yang pandai dalam mengendalikan harta. Untuk itu
kenapa tidak sah akad anak kecil, orang gila atau orang bodoh sebab mereka
bukan ahli tasarruf.
b.
Mukhtar, yaitu orang yang terpilih, orang yang tidak dipaksa baik penjual
ataupun pembeli.
Komentar
Posting Komentar